Aku, Kamu, Matahari dan Bintang




Cerpen Karangan:
Lolos moderasi pada: 18 November 2015

Malam akan tetap jadi gelap. Bulan akan selalu jadi bulan, bintang pun akan begitu, akan selalu jadi bintang. Tak pernah berubah. Bagaimana denganku? Apa aku harus tetap seperti ini. Tersenyum di depan mereka dan menangis di keheningan. Apa harus begitu? Mungkin aku harus berubah, berotasi lebih tepatnya. Tapi rotasi akan selalu kembali ke tempatnya semula, benar kan? Memang sejak saat itu aku sepeti ini. Selalu hanyut saat sendiri, selalu hilang oleh emosi, terbawa suasana perasaan yang sebenarnya tidak bisa dijelaskan ini.
Sakit, sangat sakit. Entah organ mana dari sistem tubuhku yang membuat aku merasa seperti ini, dadaku terasa sesak saat melihatnya, memandangnya saja cukup membuat semua memori otak itu terulang. Melihatnya tersenyum cukup membuatkan air mataku hampir menetes. Mungkin kata orang-orang ini galau, aku tak begitu tahu. Yang jelas ada perasaan yang aneh saat aku mulai memandanginya lagi. Perasaan berbeda, bukan yang seperti dulu. Perasaan ini seakan tak bisa melepasmu pergi, tak bisa jauh darimu, haus akan kabarmu dan tak pernah terpuaskan mencoba untuk bersamamu.
Kini engkau di sana. Tak di sampingku lagi, hilang bagai ditelan keramaian meski tak pernah hilang dari pandanganku, tak pernah bersamaku lagi, tak pernah tertawa bersama lagi. Bahkan untuk tahu kabarmu saja aku kesusahan. Seperti kita tak pernah berkenalan dan semacamnya. Engkau di sana tapi entah terasa sangat jauh. Engkau selalu di situ tapi entah bagiku engkau menghilang. Tahukah kamu bagaimana bintang bersinar? sebenarnya bintang tak pernah punya kekuatan untuk bersinar. Lalu bagaimana? Dia dibantu oleh matahari yang jaraknya tentu sangat sangat jauhnya dari bintang. Maukah kau menjadi matahariku? yang selalu membuatku bersinar meskipun kau jauh di sana?
Aku mungkin terlalu tergantung padamu, tapi itu aku. Setiap hari kita selalu bersama, saling memiliki, mencintai dengan sepenuh hati. Bernyanyi, belajar, bercanda tawa, semuanya kita lakukan bersama. Bahkan aku rela melakukan apapun agar kita tetap bisa bersama. Belajar gitar sampai tanganku keram dan susah digerakkan misalnya. Mungkin ada saatnya suatu hari aku akan memandangimu tanpa merasakan apapun, meskipun aku tahu butuh waktu yang sangat lama untuk melakukan itu. Aku ingin jadi Merkurius, planet yang dekat dengan matahari. Walaupun panas tapi tentunya aku bisa tetap ada di sampingmu. Aku tak ingin seperti pluto, jauh darimu dan tak bisa merasakan kehangatanmu.
Tapi sekarang, aku hanyalah teleskop, yang hanya dapat memandangimu, tanpa tahu apa yang ada di dalammu, bagaimana keadaanmu dan apa yang sedang engkau pikirkan. Teleskop yang hanya bisa memandangi betapa indah dirimu dan hanya dapat bermimpi bila menjadi milikmu, berada di dekatmu dan terus bersamamu. Bolehkah aku berkata kata-kata yang sedikit gila? apakah kita bisa mengulang waktu? jika iya, aku ingin waktu akan selalu tetap di saat kita bersama, kita tertawa, kita bahagia, akan selalu begitu selamanya. Tapi apa? aku tak punya daya meubah segalanya. Aku lemah! Aku tak berdaya! aku tidak sempurna! tanpamu.
Matahariku, aku tahu suatu hari aku akan mendapatkan sinarmu lagi, aku akan menjadi bintangmu lagi. Mungkin sekarang kamu sedang membagi cahayamu dan sinarmu untuk bintang-bintang di sana, yang lebih membutuhkanmu. Tapi percayalah, aku akan terus menunggu sampai waktunya datang, bahkan sampai suatu saat aku akan terus menjadi kecil, menghilang, tergerus dan tak akan merasakan sinarmu lagi. Jika saat itu datang. Bintang kecil ini berharap agar mataharinya tetap di sana, tetap bersinar dan menyinari bintang lain sampai akhirnya mengerti ada bintang kecil di angkasa yang sangat luas yang butuh untuk disinarinya.
Cerpen Karangan: Azzam Azizah Fiqli